Rasional perlunya Bimbingan Konseling dari tinjauan konstitusional, filsafat dan perkembangan sosial budaya
Rasional
perlunya Bimbingan Konseling dari tinjauan konstitusional, filsafat dan
perkembangan sosial budaya
Dosen Pengampu:
Drs. Suharso,M.Pd.,Kons

Disusun Oleh :
Nama
: Ema Nur Alviana
NIM : 5401413066
Prodi : PKK Tata Boga S1
MKU
BIMBINGAN KONSELING
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2015
A.
Pengertian
Rasional
Pengertian arti kata rasional berdasarkan
definisi kata adalah; menurut pikiran dan pertimbangan yang logis,menurut
pikiran yang sehat,cocok dengan akal (KBBI). Rasional berkaitan dengan akal dan
nalar manusia, yang bersifat ilmiah dan realistis serta berdasarkan fakta.
B.
Pengertian
Bimbingan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan
terjemahan dari istilah “Guidance and Counseling” dalam bahasa Inggris. Secara
umum bimbingan diartikan sebagai suatu bantuan, akan tetapi tidak semua bantuan
termasuk bimbingan. Bimbingan merupakan konsep dari “Guidance” yang mempunyai pengertian luas. Sehingga kata
guidance dalam bimbingan pendidikan didefinisikan berdasarkan sudut pandang
para ahli dan penerapannya. Bimbingan/guidance merupakan salah satu bidang dan
program dari pendidikan , dan program ini ditujukan untuk membantu
mengoptimalkan perkembangan peserta didik.
Menurut Hamrin dan nericson dalam Laksi
(2003:1 ) bimbingan sebagai salah satu aspek dari program pendidikan diarahkan
terutama pada membantu peserta didik agar dapat menyesuaikan diri dengan
situasi yang dihadapinya saat ini dan dapat merencanakan masa depannya sesuai
dengan minat, kemampuan dan kebutuhan sosialnya. Bimbingan adalah proses
pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada seseorang atau
beberapa orang individu , baik anak-anak, remaja, maupun dewasa, agar orang
yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri,dengan memanfaatkan kekuatan individu
yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma- norma yang berlaku. Konseling/consilium
yang berarti menerima atau memahami,
sebagaimana dengan bimbingan istilah konseling telah didefinisikan oleh para
ahli. Konseling adalah suatu proses memberi bantuan yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli/konselor kepada individu yang sedang
mengalami suatu masalah atau klien yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi oleh klien.
Bimbingan dan konseling merupakan bagian dari aspek
pendidikan di Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa bimbingan konseling merupakan suatu
bantuan yang diberikan oleh konselor kepada konseli agar konseli mampu
menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan juga mampu mengembangkan potensi
yang dimilikinya. Suatu bimbingan yang bertujuan mengarahkan peserta
didik agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang baru dengan
keadaan dan kondisi saat ini dengan kata lain membimbing peserta didik agar
mampu beradaptasi dengan lingkungannya yang di hadapi saat ini dan dapat
merencanakan masa depannya sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan
sosialnya, dan bimbingan juga dapat merupakan bantuan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi di dalam kehidupan.
C.
Rasional
perlunya Bimbingan Konseling dari tinjauan Konstitusional
Dalam konteks pendidikan nasional keberadaan
pelayanan bimbingan dan konseling telah memiliki legalitas yang kuat dan
terpadu dalam pendidikan nasional. Pada UU No.20/2003 pasal 1 ayat 6 tentang
sistem pendidikan nasional, sebutan untuk guru pembimbing dimantapkan menjadi “Konselor”.
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah
satu kualifikasi pendidik, yang sejajar dengan guru dan dosen. Kesejajaran posisi
antara tenaga pendidik satu dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa
setiap tenaga pendidik ,termasuk konselor , memiliki konteks tugas dan setting
layanan spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan. Menurut SK Mendikbud
No. 025/D/1995, Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta
didik , baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang
secara optimal, dalam bimbingan pribadi,sosial, belajar maupun karier melalui
berbagai jenis dan kegiatan pendukung berdasarkan norma – norma yang berlaku.
Dalam dunia pendidikan, perkembangan
pendidikan semakin meningkat sejalan dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. Menghadapi Iptek yang semakin berkembang, perlu sekali pembinaan
moral dan karakteristik dalam diri seseorang. Manusia membutuhkan arahan dan
bimbingan dalam menghadapi era perkembangan zaman, khususnya peserta didik. Sehingga
dengan arahan tersebut, manusia mampu membedakan antara hal yang baik dan buruk.
Ilmu yang didapat tidak akan digunakan dengan keliru yang dapat membahayakan
kehidupannya sendiri. Oleh karena itu, bimbingan dan konseling menjadi
kebutuhan pokok dan perlu diberikan kepada peserta didik sebagai generasi muda
calon pemimpin bangsa. Bimbingan dan Konseling membantu peserta didik dalam
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sehingga akan tercipta manusia
yang bermoral, berkarakter dan berpendidikan yang berguna untuk sosial dan
Negara.
D.
Rasional
perlunya Bimbingan Konseling dari tinjauan Filsafat
Sebagai penyelenggara bimbingan dan konseling yang
profesional seorang konselor harus memiliki pemahaman yang akurat mengenai
filsafat manusia itu dikarenakan bimbingan dan konseling masih berkaitan erat
dengan pandangan para ahli mengenai hakikat manusia, tujuan dan tugas hidupnya
selama ini dan kiat-kiat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
kemanusiaannya.
Landasan Filosofis atau Filsafat merupakan landasan
yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi para konselor dalam
melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggung
jawabkan secara logis, etis maupun estetis. Dari berbagai macam aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik,
modern dan post modern, para penulis barat seperti Victor Frankl,
Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003 telah
mendekripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
1. Manusia merupakan makhluk rasional
yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu pengetahuan untuk pengembangan
dirinya.
2.
Manusia
mampu memecahkan masalah-masalah yang ada pada dirinya jika ia mampu berusaha
dan menggunakan segala kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
3.
Manusia akan berusaha terus menerus
mengembangkan dan menjadikan dirinya sendiri terutama melalui pendidikan.
4.
Manusia
dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya
untuk mewujudkan kebaikan dan menghindari keburukan setidak tidaknya mengontrol
keburukan.
5.
Manusia
memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara
mendalam.
6.
Manusia akan
memenuhi tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui
pemenuhan tugas tugasnya sendiri.
7.
Manusia itu
mengarahkan kehidupannya sendiri itu berarti menusia adalah unik.
8.
Manusia
adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat
pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini
kemungkinan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu
dan akan menjadi apa manusia itu.
9. Manusia pada hakikatnya positif, yang
pada setiap saat dan pada suasana apapun, manusia dalam keadaan terbaik untuk
menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia maka setiap upaya
bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat manusia itu
sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi
dengan kliennya atau dengan peserta didiknya harus mampu melihat dan
memperlakukan kliennya sebagai sosok manusia yang utuh dengan berbagai
dimensinya.
Dalam konteks filsafat, manusia
membutuhkan bekal pengetahuan dasar tentang nilai moral yang sesuai dengan
norma- norma yang berlaku supaya manusia tidak menggunakan ilmu sebagai alat
penghancur atau pengrusak suatu sistem di bumi. Dalam hal ini, bimbingan dan
konseling sangat diperlukan untuk membantu manusia tetap berkembang secara
optimal namun tetap dalam benteng norma – norma yang berlaku. Dalam praktiknya,
ilmu tetap memperhatikan HAM dan nilai moral. Jadi, secara rasional Bimbingan
dan Konseling sangat dibutuhkan guna menunujkkan jalan agar para konseli tidak
salah dalam menentukan langkah.
E.
Rasional
perlunya Bimbingan Konseling dari tinjauan Perkembangan Sosial Budaya
Landasan Sosial Budaya merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman terhadap konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang
individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial budaya dimana mereka
hidup. Manusia sudah di didik dari sejak lahir dalam membelajarkan dan
mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial dan budaya di
lingkungan sekitarnya yang ada.
Kegagalan
dalam memenuhi kebutuhan sosial budaya di lingkungan sekitarnya dapat
mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya atau tersisih dari lingkungannya.
Lingkungan sosial budaya yang telah melatarbelakangi
dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam
proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila
suatu perbedaan dalam sosial budaya ini tidak dapat dijembatani maka tidak
mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya
dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu
yang bersangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dalam proses bimbingan dan konseling
ini akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien, yang
mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang
berbeda.
Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam
sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuaian
diri antar budaya yaitu : Perbedaan bahasa komunikasi non verbal, stereotipe,
kecenderungan menilai dan kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang di
gunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman.
Bahasa non verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan
mungkin bertolak belakang.
Stereotipe
cenderung menyamarkan sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan
prasangka subyektif yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain
disamping dapat menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula
menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan muncul ketika seorang idividu
memasuki lingkungan budaya lain yang unsur-unsurnya dirasa asing. Kecemasan
yang berlebihan dalam kaitannya susunan antar budaya dapat menuju ke culture
sock yang menyebabkan dia tidak tau sama sekali apa, dimana dan kapan harus
berbuat sesuatu. Agar komunikasi sosial antar konselor dengan klien dapat terjadi
harmonis maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu di antisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di
Indonesia, Moh Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling
multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural
sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti indonesia. Bimbingan dan
Konseling dilaksanakan dengan landasan semangat bhineka tunggal ika, yaitu
kesamaan di atas keragaman atau berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Layanan
bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya
bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi
pluralistik.
Sejalan dengan perkembangan zaman yang
semakin modern ini, manusia harus mampu mengembangkan potensinya secara optimal
dalam upaya penyesuaian tuntutan zaman. Meskipun sudah ada sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal yang mendidik dan menyiapkan siswa supaya dapat
menyesuaikan diri dimasyarakat dan dapat memecahkan permasalahan hidupnya,namun
itu masih kurang cukup. Disitu perlunya peserta didik membutuhkan bimbingan dan
konseling sebagai layanan mengembangkan potensinya. Sehingga peserta didik
memiliki tanggungjawab dalam mengemban setiap tugas yang diberikan oleh
pendidik. Jadi, secara rasional perkembangan sosial budaya sangat diperlukan
untuk menanggulangi berbagai permasalah yang dihadapinya untuk menciptakan
iklim budaya dengan kepribadian dirinya.
Komentar
Posting Komentar